Selasa, 14 Februari 2017

PRAKTIK, BUKAN TEORI



PRAKTIK, BUKAN TEORI
Written by: Fikri Farikhin

"Jadi pengusaha nggak butuh teori.
Setelah sukses jadi pengusaha, Anda bisa bikin teori sendiri."
---Bob Sadino----

Beberapa tahun setelah melepasakan tangan dari urusan perusahaan, Bob memang semakin sering bersinggungan dengan dunia kampus dan akademis. Selain memantau perkembangan bisnisnya, dia juga menyediakan banyak waktu untuk memberikan seminar atau kuliah umum tentang kewirausahaan. 

Sejak agrobisnisnya berkembang pada tahun 1970-an, Bob memang sudah keluar-masuk kampus untuk berbagi pengalaman. Namun semakin hari, frekuensinya semakin bertambah. Senang dengan aktivitas tersebut, dia merasa makin tertantang untuk menikmatinya.

Ada sebuah cerita yang kerap Bob ungkapkan dalam sejumlah forum publik, yakni tentang seorang profesor dan tukan perahu. Alkisah, hiduplah seorang profesor yang gemar berdebat tentang ilmu yang dimilikinya. Ia terus berusaha mengungguli lawan debatnya dengan pernyataan, "Saya sudah membaca sekian banyak teori, bahkan semua teori, Jadi, saya tahu semuanya."

Profesor yang ngotot ini tinggal di seberang sungai. ketika hendak pulang, seperti biasa, ia meminta bantuan tukang perahu untuk menyeberangkan dirinya. Saking sombong dan merasa tahu segalanya, sang profesor bahkan menantang tukang perahu. "Eh, kamu mau tahu tentang apa? Coba tanyakan saya apa saja, saya tahu semuanya." tantang si profesor dengan pongah.

Namanya saja tukang perahu yang bodoh dan tidak punya banyak ilmu, ia asal saja bertanya, "Profesor, apa anda tahu tentang cara berenang?" Profesor menjawab, "Woooo...., jelas tahu dong!" Profesor pun langsung bicara panjang lebar tentang semua buku panduan berenang yang pernah ia baca. Rasanya, tak satu pun teori berenang yang lewat dari penjelasannya. 

Namun tak disangka, datang badai yang menghempaskan perahu mereka. Perahu pun terbalik, lalu profesor yang jago teori berenang ini tenggelam dan megap-megap di tengah sungai. Hingga akhirnya, tukang perahu yang bodoh itulah yang justru menyelamatkan hidupnya.

Itulah ilustrasi yang sering Bob ceritakan. Dia ingin menunjukkan, sebanyak apa pun pengetahuan dan teori yang kita miliki, tidak akan berguna kalau kita tak mampu mempraktikannya. "Kalau orang bodoh itu ignorance, tidak tahu apa-apa dia. Kalau di tiak berbuat apa-apa, ya wajarlah, wong dia bodoh. Tapi, kalau orang itu tahu banyak, tapi tiak bisa melakukan apa-apa, itu namanya goblok alias stupid, hahahahaha..." seloroh Bob. 

Ya, semangat seperti itu yang coba Bob dengungkan di telinga setiap orang di ranah 'tahu', alias para akademisi dan mahasiswa di kampus-kampus. Menurutnya, sistem pendidikan di Indonesia yang salah. "kalau ditanya yang benar seperti apa, saya tidak bisa menguraikan, karena saya orang jalanan.

"Tapi, saya bisa memberikan referensi. Menurut saya, sekolah tinggi yang benar itu ya seperti sekolah tinggi kedokteran. Kenapa? Karena sejak awal, selain belajar teori mereka juga belajar praktik. Terus berproses hingga akhir masa studi mereka. Itu ideal menurut saya." tutur Bob sederhana.

Kondisi yang bertolak belakang justru tampak dalam model pengajaran di kampus pertanian. Menurut Bob, sejak awal, kampus-kampus pertanian tidak membawa mahasiswanya ke lapangan, bahkan hingga akhir studi mereka. "Tidak pernah praktik, tidak pernah pegang pacul, sampai akhir teori atau kuliah mereka." ujarnya.

Alhasil, kampus-kampus pertanian hanya mencetak sarjana pertanian yang tahu cara bertani, tapi aslinya tidak bisa bertani apalagi mau jadi petani. Akhirnya, malah banyak sarjana pertanian yang memilih kerja di Bank, menjadi wartawan, masuk ke perusahaan-perusahaan teknologi nonpertanian, dan sebagainya. Bagi Bob, hal ini sungguh ironis. 

Bob melihat fenomena ini sebagai 'bukan pendidikan tapi pengajaran'. Artinya, para pengajar hanya memindahkan isi kepalanya ke kepala para siswa. Sudah, itu saja. Ia mengaku prihatin, namun tidak heran dengan kondisi demikian. Para sarjana negeri ini dikondisikan oleh sistem pendidikan yang hanya mengajarkan tentang 'tahu' tapi tak pernah peduli soal 'bisa'. Mereka adalah produk sistem yang hanya berkutat pada bagaimana agar tahu lebih banyak bukan bisa lebih banyak. 

Bob yakin bahwa di mana pun, sekolah pertanian itu seharusnya mengajarkan praktik pertanian, bukan hanya tahu cara bertani. Suatu ketika, dia pernah menganjurkan salah seorang rektor IPB agar melakukan studi komparasi ke sebuah negara di Amerika Selatan. Sepulang dari lawatannya, sang rektor menceritakan hasilnya dan membenarkan pandangan Bob selama ini. 

Menurut rektor tersebut, mahasiswa pertanian di sana saat berangkat ke kampus di pagi hari, langsung ke loker, ganti baju, pakai sepatu boot, kemudia pergi ke lapangan. Menjelang siang, mereka kembali untuk makanan. Setelah makan, baru mereka belajar. Demikian cerita sang rektor kepada Bob.

Bagi Bob, memandang persoalan pendidikan di Indonesia sekaligus lulusannya tidaklah terlalu rumit. Karena ia berangkat dari perspektif pengusaha yang besar dan matang di jalanan atau masyarakat. Menurutnya, pendidikan harus didasarkan pada teori yang di praktikkan. Bagaimana agar bisa praktik? Tentu si pengajar harus benar-benar menguasai pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan pada para siswanya. Pengajar tak sekedar memberi tahu, tetapi memberi contoh dengan melakukannya.

Dalam sudut pandang Bob, itulah contoh sederhana yang harusnya dipahami seluruh pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan kita (stakeholder sekolah). "itulah basic-nya, dasar ilmu pendidikan adalah itu. Bahasa canggihnya, berilah keteladanan oleh si guru kepada siswa-siswanya. Mendidiklah dengan keteladanan, tidak hanya lewat mulut atau verbal saja." ujar Bob menjelaskan.

0 komentar:

Posting Komentar